- Cakrawala Riau
- Politik
- Albion Zikra: Diskresi Bukan Otoritas Bebas, Golkar Menempatkannya Dalam Batasan Aturan
Albion Zikra: Diskresi Bukan Otoritas Bebas, Golkar Menempatkannya Dalam Batasan Aturan

Wakil Sekretaris DPD Golkar Riau, Albion Zikra.
Pekanbaru (CR) — Wakil Sekretaris DPD Partai Golkar Riau, Albion Zikra, menegaskan bahwa tafsir mengenai diskresi Ketua Umum DPP Partai Golkar tidak boleh keluar dari kerangka aturan yang mengikat, sebagaimana diatur dalam AD/ART dan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Partai.
Hal ini disampaikan Albion untuk meluruskan pernyataan Wakil Ketua DPD Partai Golkar Riau, Nasaruddin, yang menyebut diskresi sebagai hak prerogatif penuh Ketua Umum dalam menentukan bakal calon ketua DPD, sebagaimana diberitakan salah satu media online.
"Benar, diskresi adalah hak Ketua Umum DPP Partai Golkar. Namun, hak itu bukan kewenangan bebas tanpa batas. Diskresi tunduk dan terikat pada konstitusi partai, yaitu AD/ART dan Juklak. Diskresi tidak boleh dimaknai sebagai kekuasaan yang dapat melangkahi aturan di atasnya,” ujar Albion Zikra di Pekanbaru, Senin (4/8/2025).
Albion yang merupakan alumni HMI, merujuk pada Juklak No. 02/DPP/Golkar/IV/2025 tentang Penyelenggaraan Musyawarah-Musyawarah Partai Golkar di Daerah, di mana Pasal 13 Poin 10 secara eksplisit mengatur bahwa:
"Apabila terdapat bakal calon yang akan maju sebagai calon ketua, tetapi tidak memenuhi kriteria persyaratan di atas, maka calon tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Ketua Umum DPP Partai Golkar,” terangnya.
Namun, Albion menegaskan bahwa frasa “persetujuan Ketua Umum” dalam konteks ini bukanlah bentuk otoritas mutlak yang lepas dari nilai-nilai kaderisasi dan prinsip PDLT (Prestasi, Dedikasi, Loyalitas, Tidak Tercela) yang menjadi dasar utama Partai Golkar.
"Diskresi adalah instrumen organisatoris, bukan instrumen politik pragmatis. Ia bukan pengecualian yang bisa mengabaikan proses kaderisasi, melainkan mekanisme yang tetap terikat nilai-nilai partai. Diskresi diberikan untuk memperkuat pilar kaderisasi, bukan untuk melemahkan prosesnya,” jelas Albion.
Menurut Albion, tafsir diskresi yang disampaikan Nasaruddin cenderung berbahaya apabila dipahami sebagai kewenangan bebas yang terlepas dari kontrol aturan internal partai. “Kita harus ingat, diskresi itu bukan berada di atas AD/ART. Sebaliknya, diskresi hanya bisa dijalankan dalam batasan dan koridor yang diatur oleh AD/ART serta Juklak partai. Jika tidak, maka marwah kaderisasi dan aturan organisasi akan tercederai,” tegasnya.
Albion juga menegaskan bahwa pemberian diskresi kepada seorang bakal calon ketua DPD, termasuk dalam konteks Musda Golkar Riau, harus diuji berdasarkan kontribusi kader tersebut terhadap partai, rekam jejak kaderisasi, serta kesesuaian dengan prinsip PDLT.
"Diskresi bukan jalan pintas untuk memenuhi kepentingan sesaat atau mengakomodasi figur yang belum berproses di jalur kaderisasi. Justru, diskresi adalah alat kontrol partai untuk memastikan bahwa kader yang mendapat kepercayaan adalah mereka yang telah terbukti membesarkan partai," ujarnya.
Oleh karena itu, Albion mengingatkan agar tafsir diskresi tidak disalahartikan sebagai kekuasaan absolut tanpa norma. "Diskresi adalah hak DPP, tetapi hak yang diatur, dibatasi, dan diarahkan oleh konstitusi partai. Tafsir diskresi yang dilepaskan dari AD/ART dan Juklak akan menciptakan preseden buruk bagi masa depan kaderisasi Golkar," pungkasnya.
(ion)