DIlaporkan ke Polda Riau, Lima Korporasi Besar Diduga Jadi Penyebab Karhutla, Ini Nama-namanya

Riau Selasa, 05 Agustus 2025 - 13:52 WIB  |   Redaktur : Indra  
DIlaporkan ke Polda Riau, Lima Korporasi Besar Diduga Jadi Penyebab Karhutla, Ini Nama-namanya

Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) melaporkan lima korporasi ke Polda Riau, Ahad, 4 Agustus 2025. (Istimewa)

PEKANBARU -- Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) melaporkan lima perusahaan kehutanan dan industri ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Riau, Ahad (4/8/2025), atas dugaan keterlibatan dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi sepanjang Juli 2025.

Laporan tersebut diserahkan langsung oleh Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setiyo, kepada Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Komisaris Besar Ade Kuncoro Ridwan, di Markas Polda Riau. Turut hadir mendampingi, Wakil Direktur AKBP Basa Emden Banjarnahor dan jajaran.

"Kami menyerahkan dokumen aduan masyarakat yang berisi hasil temuan lapangan serta data pendukung lainnya terkait dugaan pelanggaran oleh lima korporasi," ujar Okto kepada wartawan seusai pertemuan.

Kombes Ade Kuncoro membenarkan bahwa pihaknya telah menerima berkas laporan tersebut. Ia menyatakan, pengaduan akan ditindaklanjuti sesuai prosedur yang berlaku. 

"Kami akan mulai dengan melakukan penyelidikan awal," kata Ade.

Lima perusahaan yang dilaporkan Jikalahari adalah PT Arara Abadi (HTI) Distrik Rokan Hilir, PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Estate Pelalawan, PT Ruas Utama Jaya (RUJ) di Dumai, PT Perawang Sukses Perkasa Industri (PSPI) di Kampar Kiri, dan PT Selaras Abadi Utama (SAU) di Pelalawan.

Menurut Okto, laporan tersebut disusun berdasarkan hasil analisis citra satelit, pemantauan titik panas (hotspot), serta verifikasi lapangan yang dilakukan pada 17–27 Juli 2025.

Tim Jikalahari menemukan kebakaran di areal konsesi kelima perusahaan tersebut dengan total luasan mencapai 179 hektare.

"Kebakaran menyebabkan penurunan kualitas udara di Riau hingga masuk kategori ‘Sangat Tidak Sehat’ dalam Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU),” kata Okto.

Jikalahari juga menemukan indikasi bahwa kebakaran terjadi di dalam areal perkebunan akasia dan sawit, serta kawasan gambut yang termasuk dalam zona prioritas restorasi.

Sejumlah kanal korporasi ditemukan di sekitar lokasi, dan tidak terlihat adanya sarana pengendalian karhutla seperti menara pemantau api.

"Temuan ini mengindikasikan bahwa korporasi tidak menjalankan tanggung jawabnya dalam mencegah kebakaran di wilayah konsesi. Ini bisa dikategorikan sebagai kelalaian atau bahkan kesengajaan," kata Okto.

Ia menegaskan, sebagai badan hukum, korporasi memiliki kewajiban mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Jika terbukti lalai atau melakukan pembiaran, perusahaan dapat dijerat Pasal 98 atau Pasal 99 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Okto mengapresiasi langkah Polda Riau yang membuka ruang bagi partisipasi masyarakat melalui program Green Policing.

"Ini langkah progresif. Kami berharap laporan ini dapat mendorong penegakan hukum yang adil dan memberi efek jera bagi pelaku kejahatan lingkungan, khususnya dari kalangan korporasi,” ujarnya. 

(red/bbs)

Redaktur : Indra





Berita Lainnya

KT-Pematang Panjang - HUT 75 Kampar