Dua Kubu Saling Klaim

Tensi Politik DKI Jakarta Meningkat Pasca Pencoblosan

Nasional Jumat, 29 November 2024 - 11:08 WIB
Tensi Politik DKI Jakarta Meningkat Pasca Pencoblosan

Calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta nomor urut 3, Pramono Anung (kiri) dan Rano Karno (kanan), menyampaikan keterangan pers terkait hasil hitung cepat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Jakarta, Rabu (27/11/2024). (antara)

riau.com/tag/' alt='' style='color:#0078b8;font-weight:600'>

JAKARTA (RAN)-Tensi politik di Jakarta pasca coblosan 27 November 2024 terus menghangat. Dua kubu pasangan calon (paslon) terlibat saling klaim. Paslon Pramono Anung-Rano Karno telah mendeklarasikan sebagai pemenang pilkada. Namun, kubu Ridwan Kamil-Suswono menolak. Mereka menganggap pilkada akan berlangsung dua putaran. Sebab, tidak ada paslon yang meraih suara di atas 50 persen.

Dari hasil quick count berbagai lembaga survei, pasangan Pramono-Rano memperoleh suara di kisaran 49–51 persen. Angka itu masih dalam margin of error hitung cepat yang umumnya 1 persen. Meski demikian, PDIP sebagai partai pengusung Pramono-Rano yakin pilkada Jakarta telah usai. Sebab, berdasar hasil real count internal, paslon mereka meraih 50,07 persen suara.

Hal itu ditegaskan lagi oleh Ketua DPP PDI Perjuangan Ronny Talapessy. Dia mengklaim tidak akan ada pilkada dua putaran di Jakarta. ”Meskipun ada pihak yang memaksakan dua putaran, kami yakin ini (pilkada Jakarta, Red) satu putaran,” ujarnya kepada JP kemarin.

Di luar itu, Ronny menyebut partainya akan melaporkan dugaan pelanggaran netralitas ASN dalam pilkada Jakarta. Salah satunya kebijakan penjabat (Pj) gubernur DKI Jakarta yang merombak camat dan lurah saat pilkada sedang bergulir. Perombakan itu jelas bertentangan dengan UU Pilkada, tepatnya pasal 71 ayat (2).

Selain itu, PDIP berencana melakukan legal action sebagai bentuk perlawanan terhadap indikasi pelanggaran pilkada di beberapa daerah. Yakni, Sumatera Utara, Banten, Jawa Tengah, Sulawesi Utara, dan Jawa Timur. PDIP menduga telah terjadi pelanggaran terstruktur, masif, dan sistematis di daerah-daerah tersebut. Misalnya, politisasi bansos dan intimidasi oleh oknum aparat kepolisian. Intimidasi tersebut menyasar para kepala desa, penyelenggara pemilu, kader, tim sukses, hingga calon kepala daerah.

Ronny menyatakan, pelanggaran itu akan di-breakdown satu per satu di Mahkamah Konstitusi (MK). ”Nanti akan kami buktikan dari awal, sejak penempatan Pj kepala daerah,” ujarnya.(rhd).





Berita Lainnya

KT-Pematang Panjang - HUT 75 Kampar