- Cakrawala Riau
- Riau
- Peta Karya Mahasiswa Aksi Melindungi Hutan
RECOFTC Indonesia dan Universitas Riau Taja Diskusi Publik
Peta Karya Mahasiswa Aksi Melindungi Hutan

Kepala BPKH Wilayah XIX, Dr Pernando Sinabutar SHut MSi saat memaparkan materi dalam Diskusi Publik bertajuk “Mendorong Terwujudnya Tata Kelola Hutan dan Lingkungan yang Berkeadilan melalui Ketersediaan Data dan Informasi Peta” yang ditaja RECOFTC Indonesia dan Universitas Riau. (CR/istimewa)
PEKANBARU(CR)-RECOFTC Indonesia berkolaborasi dengan Universitas Riau untuk mengembangkan data visual terbuka, akurat, dan mudah diakses tentang perubahan tutupan lahan di Sumatera dan di Sulawesi. Kegiatan ini berlangsung dari 16 Januari hingga 30 Juni 2025.
Untuk itu, RECOFTC dan Universitas Riau menyelenggarakan diskusi publik bertajuk "Mendorong Terwujudnya Tata Kelola Hutan dan Lingkungan yang Berkeadilan melalui Ketersediaan Data dan Informasi Peta" di Ruangan Wareh Kupi Pekanbaru, Selasa (29/07/2025).
Diskusi publik ini diisii para pembicara seperti Dr Pernando Sinabutar SHut MSi, Kepala BPKH Wilayah XIX, Dr Nurul Qomar SHut MP, Ketua Jurusan Kehutanan Universitas Riau, Ade Masya Reza perwakilan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Riau, serta Wafiq dari RECOFTC Indonesia. Tutur hadir perwakilan dari organisasi sosial Hutan Riau, Melki Rumania yang memperdalam diskusi ini karena pengalamannya mendampingi masyarakat desa.
Direktur RECOFTC Indonesia, Gamma Galudra membuka acara diskusi tersebut. “RECOFTC mendukung investasi pada penguatan pengetahuan melalui pelatihan dan pengembangan data visual untuk menganalisis perubahan tutupan lahan dan hutan. Langkah awal ini membuka peluang bagi generasi muda untuk mengoptimalkan kemajuan teknologi dan informasi demi meningkatkan akurasi pemetaan tutupan lahan dan hutan,” ujarnya.
Gamma Galudra berharap program yang diinisiasi oleh RECOFTC ini sejalan dengan program pemerintah dan dapat mendukung one map policy. “Tanpa peta yang akurat, akan sulit memandu masyarakat hutan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan hutan dan lahannya secara berkelanjutan,” pungkasnya.
Sementara Melki membahas pengalamannya dalam participatory land use planning di Provinsi Riau, bagaimana melibatkan masyarakat dengan mempertimbangkan usulan-usulan dari masyarakat desa. “Peta bukan hanya dokumen teknis, tapi alat perjuangan hidup,” ungkap Melki.
Dalam paparannya, Melky mendampingi masyarakat dalam konflik tenurial berbasis peta menemui beberapa tantangan. Salah satunya, ketidakakuratan peta lama, kapasitas masyarakat, dan kebijakan pendukungnya, validasi peta partisipatif belum diterima sepenuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ade Masya Reza dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Riau memaparkan tiga inovasi dalam membuka akses data tata ruang yang bertujuan mendukung kebijakan One Map Policy (Kebijakan Satu Peta). Menurutnya, integrasi dan keterbukaan data spasial sangat penting untuk memastikan setiap pemangku kepentingan baik pemerintah, masyarakat, maupun pelaku usaha dapat mengakses informasi yang akurat dan terkini dalam perencanaan dan pengelolaan ruang.
Inovasi pertama adalah WebGIS (Web Geographic Information System) yang dapat diakses melalui situs gistaru.atrbpn.go.id/rtronline. Platform ini menampilkan informasi Rencana Tata Ruang secara lengkap mulai dari tingkat nasional, kawasan strategis nasional, provinsi, kabupaten/kota, hingga Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Inovasi kedua adalah pengembangan RDTR Interaktif (Rencana Detail Tata Ruang Interaktif) oleh Direktorat Jenderal Tata Ruang. Aplikasi ini tidak hanya menyajikan informasi mengenai Peraturan Kepala Daerah (Perkada) terkait RDTR, tetapi juga dilengkapi fitur interaktif seperti simulasi penghitungan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang diperbolehkan pada suatu kawasan tertentu.
Ketiga, adalah pengembangan aplikasi Panglima PUPR Riau oleh Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau. Aplikasi ini ditujukan untuk mempermudah akses publik terhadap informasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan sebaran potensi investasi. Melalui platform ini, masyarakat dapat mengetahui peruntukan ruang, mengecek Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), serta memperoleh informasi perizinan tata ruang secara cepat dan efisien.
Upaya keterbukaan data ini sejalan dengan apa yang dilakukan oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XIX. Dr Pernando Sinabutar SHut MSi, selaku Kepala BPKH Wilayah XIX menjelaskan bahwa pihaknya juga mendorong transparansi data dengan membuka akses informasi geospasial melalui platform SIGAP (Sistem Informasi Geospasial Aset Pemantapan Kawasan Hutan), yang dapat diakses masyarakat melalui mekanisme surat permohonan resmi.
Dr Pernando menjelaskan, fungsi utama BPKH mencakup pelaksanaan pengukuhan kawasan hutan, penyiapan bahan perencanaan kehutanan wilayah, penyusunan data perubahan fungsi dan peruntukan kawasan hutan, serta pengelolaan data dan informasi sumber daya hutan. Dalam pemantapan kawasan hutan, terdapat tiga poin utama yang harus dipenuhi, yaitu pengelola, data tutupan lahan yang akurat, dan kepastian hukum.
“Proses pemantapan ini dilakukan melalui tahapan penunjukan, penataan batas, pengesahan, hingga penetapan kawasan hutan,” terang Dr Pernando.
Kegiatan ini ditutup dengan presentasi dari Dr Nurul Qomar SHut MP, selaku Ketua Jurusan Kehutanan Universitas Riau. Dr Nurul Qomar SHut MP menyambut baik program advancing oil palm mapping in Indonesia with social forestry and machine learning in Sumatera. Dalam diskusi, salah satu peserta dari media Antara bertanya apakah kolaborasi RECOFTC dan UNRI dapat menyelesaikan tata Kelola yang tumpang tindih. Hal itu ditanggapi Dr Qomar dengan menjelaskan bahwa proses ini selain menyediakan data juga menyediakan metodologi yang bisa dijadikan referensi dalam pemetaan tutupan lahan.
“Selain itu, program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) ini mengikut sertakan mahasiswa langsung di lapangan sebagai generasi muda yang dapat melestarikan lingkungan di Provinsi Riau,” jelas Dr Qomar.
Arya selaku moderator menyimpulkan diskusi terbuka ini kaya perspektif bahwa perihal tata Kelola hutan bukan hanya soal batas, peta, namun tentang keadilan, keterlibatan masyarakat dan keberlanjutan di masa depan. “Dari yang disampaikan pengetahuan dan pengalaman para narasumber tadi bahwa machine learning, informasi kebijakan satu peta, suara masyarakat dalam keterbukaan data peta dan kolaborasi lintas sektor adalah proses dan jalan penyelesaian,” kata Arya, selaku dosen di UNRI.
Pihaknya juga berterima kasih kepada media dalam membangun narasi publik yang adil dan berpihak kepada masyarakat.
Mengenal RECOFTC
RECOFTC adalah sebuah organisasi nirlaba yang berfokus pada pembangunan berkelanjutan dan solusi perubahan iklim di kawasan AsiaPasifik. Di Indonesia, RECOFTC mempromosikan pengelolaan hutan masyarakat melalui penguatan hak tenurial masyarakat lokal, pemberdayaan pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan yang partisipatif dan inklusif, penguatan usaha berbasis masyarakat, penanganan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, dan mediasi konflik hutan.
Tujuannya adalah untuk berkontribusi pada pengelolaan hutan lestari di Indonesia. Kolaborasi RECOFTC Indonesia dengan Universitas Riau dalam membuka akses data visual perubahan tutupan lahan sejalan dengan visi misi RECOFTC Indonesia dalam menjaga bentang lahan hutan yang berkelanjutan oleh komunitas hutan dan pemangku kepentingan setempat.
RECOFTC percaya komunitas hutan dengan hak-hak yang dipenuhi dapat mengelola hutan dengan berkelanjutan. RECOFTC Indonesia memperkuat kapasitas dan hak tata Kelola masyarakat local agar mampu merawat dan mengelola bentang lahan hutan secara adil.(tra/rel)