Sidang Perdana Pra Peradilan Pengusaha Scoo Beauty Terhadap Polda Riau

Andi Lala SH: Perkara Klien Kami Bukan Ranah Pidana Tapi Keperdataan

Hukrim Rabu, 30 Juli 2025 - 19:07 WIB  |   Redaktur : Hendri Agustira  
Andi Lala SH: Perkara Klien Kami Bukan Ranah Pidana Tapi Keperdataan

Suasana sidang perdana permohonan pra peradilan yang diajukan pengusaha Scoo Beauty terhadap Ditreskrimsus Polda Riau. (CR/ist)

PEKANBARU(CR)-Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru menggelar sidang perdana pra peradilan yang diajukan Gerhilda Elen dan Saluja Vijay Kumar terhadap Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau, Selasa (29/07/2025). Permohonan sidang pra peradilan ini dilakukan dua pemilik francise kosmetik Scoo Beauty atas penetapan sebagai tersangka penipuan dan penggelapan.

Di depan hakim tunggal, Arsul Hidayat SH MH, kedua pemohon melalui kuasa hukum, Andi Lala SH dan Silfester Matutina SH menyebutkan, jika penyidik (termohon) dinilai terburu-buru dalam menetapkan pemohon sebagai tersangka atas laporan EK. Mereka menilai perkara ini bukan masuk ranah pidana seperti yang disangkakan yakni Pasal 378 KUHP dan 372 KUHP.

Andi mengatakan bahwa perkara ini bukan masuk dalam ranah pidana melainkan keperdataan. Pasalnya, ada ikatan perjanjian kerja sama antara pemohon dan pelapor. "Bahwa hubungan hukum antara pemohon dengan pelapor terjadi sesuai dengan Kontrak Perjanjian Kerjasama Kemitraan tanggal 06 Maret 2024 antara PT Scoo Beauty Inspira dengan Eka Desmulyati dan Addendum Perjanjian Kerjasama Pelayanan Jasa Hukum antara PT Scoo Beauty Inspira dan PT Andika Beauty Inspira tanggal 3 Juli 2024. Antara Pemohon dan Pelapor mengikatkan diri dalam suatu perjanjian kerjasama dalam bidang bisnis retail produk perawatan kulit (skincare) kosmetik , aksesoris dan makanan serta minuman (food and beverages)," jelas Andi.

Kronologi Perjanjian Kerjasama

Disebutkan Andi, pemohon sebagai pemilik waralaba (franchise) dengan merek Scoo Beauty sedangkan pelapor sebagai penerima waralaba /franchise dan investor, memiliki hak dan kewajiban masing-masing. "Pemohon dan pelapor sepakat membuka outlet/toko/gerai yang diberi nama Toko Scoo Panam beralamat di Jalan Simpang Tabek Gadang Panam , Kelurahan Simpang Baru, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru Riau," paparnya.

Selanjutnya, dalam perjanjian pelapor selaku penerima franchise wajib memberikan biaya atesfranchise kepada pemohon sebesar Rp8 miliar. Namun kenyataannya, pelapor tidak melunasi biaya atesfranchise itu hingga batas waktu diberikan. Pelapor hanya membayar sebesar Rp6,3 miliar. Artinya, masih ada kekurangan Rp1,7 miliar. Pemohon berulang kali sudah mengirimkan Surat ke pelapor  untuk membayar tuntas kewajiban pembayaran Tahap Ketiga yang masih kurang sebesar Rp1,7 miliar. Pemohon menjelaskan, jika pelapor tidak melunasinya akan berakibat banyak kerugian yang timbul.

Akibat pembayaran tidak kunjung dilunasi pelapor itu, keuangan dan arus kas usaha menjadi terganggu. Bahkan Pemohon terpaksa menalangi pembayaran kebutuhan rutin usaha dan untuk keperluan penyelesaian pembangunan outlet/gerai/toko scoo Panam, yang masih mengalami kerugian yang besarnya lebih kurang Rp1,8 miliar lebih. "Untuk itu hubungan hukum antara kedua belah pihak merupakan hubungan hukum yang bersifat keperdataan. Karena terdapat perbedaan antara Wanprestasi dan Penipuan,"terangnya.

Menurutnya, Wanprestasi dapat berupa tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, melaksanakan yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana mestinya. Melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi terlambat atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Alasan lainnya, sambung Andi, termohon tidak memiliki cukup bukti dan memaksakan akat bukti Perdata menjadi Pidana, untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka. Hal ini bertentangan dengan Pasal 184 KUHAP.

Kuasa hukum pemohon juga menyampaikan, bahwa penetapan pemohon sebagai merupakan tindakan kesewenang-wenangan dan bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM). Berdasarkan fakta-fakta tersebut, kuasa hukum memohon kepada hakim untuk memberikanputusan yang seadil-adilnya. "Menyatakan permohonan Pemohon Praperadilan diterima untuk seluruhnya. Menyatakan tindakan Termohon  menetapkan Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan Penipuan dan Penggelapan adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas kaidah-kaidah hukum yang berlaku  dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,"ungkapnya.

Selanjutnya, menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Para Termohon yang berkenaan laporan Polisi Nomor: LP/B/394/XI/2024/SPKT/POLDA RIAU, Tanggal 11 November 2024, Terhadap Pemohon oleh Termohon. "Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya,"harapnya.

Usai pembacaan permohonan dari kuasa hukum pemohon itu, hakim kemudian memberikan kesempatan Tim Kuasa Hukum Ditreskrimum Polda Riau, Nerwan SH MH untuk memberikan jawaban atas permohonan pemohon.(tra/*)

Redaktur : Hendri Agustira





Berita Lainnya

KT-Pematang Panjang - HUT 75 Kampar