- Cakrawala Riau
- Kampar
- Saksi Ahli Jelaskan Ada Indikasi Kelalaian Perseorangan
Lanjutan Sidang Gugatan Wanprestasi PTPN IV Regional III
Saksi Ahli Jelaskan Ada Indikasi Kelalaian Perseorangan

Suasana sidang gugatan wanprestasi PTPN IV Regional III di PN Bangkinang. (CR/Dicky Wahyudi)
BANGKINANG(CR)-Pengadilan Negeri Kelas I B Bangkinang, kembali menggelar sidang gugatan wanprestasi PTPN IV Regional III, yang ditujukan kepada Koperasi Produsen Petani Sawit Makmur (Koppsa-M), Selasa, (25/03/2025). Saksi yang dihadirkan yakni saksi ahli hukum perdata dari pasca sarjana Universitas Islam Riau, Dr Surizki Febrianto, dan Analisis Hukum Muda, Kementerian Koperasi Republik Indonesia, (Kemenkop RI), Ignatius Bona Sakti.
Berbeda dari persidangan persidangan sebelumnya, jalannya persidangan kali ini sedikit tenang, tanpa ada pernyataan yang menyudutkan dari majelis hakim. Hal ini karena jalannya persidangan juga dipantau langsung oleh Pengadilan Tinggi Pekanbaru, atas dasar laporan dari para petani Koppsa-M.
Dalam persidangan yang dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim, Sony Nugraha MH, Saksi Ahli Perdata, Dr Surizki Febrianto menjelaskan terkait apa yang menjadi gak dan kewajiban antara anggota dan pengurus koperasi. "Jadi sesuai dengan perundang-undangan hukum perdata, apa yang menjadi aset dari para petani tidak mutlak menjadi aset koperasi, karena adalah hak dari petani tersebut," jelasnya.
Hal ini menunjukan bahwa adanya gugatan wanprestasi dari pihak penggugat, seharusnya dapat ditinjau kembali sesuai dengan kesepakatan yang sebelumnya dilakukan. "Untuk menentukan wanprestasi itu, ada indikatornya dalam hukum perdata. Hal ini tidak serta merta, karena banyak yang seharusnya masuk ke ranah pidana, namun dipaksakan menjadi kasus perdata," tambahnya lagi.
Sementara itu, Ignatius Bona Sakti menjelaskan terkait batas dan kewajiban yang seharusnya menjadi pedoman antara kedua belah pihak, sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati. "Kalau kita menilai, di sini ada kesalahan orang perorangan sehingga membuat persoalan ini muncul. Salah satunya, terkait persetujuan yang seharusnya disetujui oleh para anggota koperasi," ujarnya.
Hal ini terkait pengajuan dana talangan ke Bank Mandiri oleh pengurus Koppsa-M tahun 2013 lalu, yang ditetapkan PTPN IV sebesar Rp140 miliar. "Ada dugaan kelalaian yang dilakukan mantan pengurus koperasi yang lama, terutama dalam mengambil kebijakan yang seharusnya memperoleh persetujuan dari anggota koperasi," terangnya lagi.
Ignatius juga menjelaskan, tidak bisa disamakan antara aset koperasi dan aset perseorangan anggota koperasi. Di mana apabila melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan persetujuan dari anggota, maka pengurus yang harus bertanggung jawab. "Hal ini sudah diatur ya, karena sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. Jika tidak ada persetujuan dari anggota koperasi, maka pengurus yang sudah mengambil kebijakan seharusnya bertanggung jawab," jelasnya.
Dari pemaparan kedua orang saksi di persidangan, maka dapat diambil kesimpulan terkait adanya indikasi pengambilan keputusan yang salah, sehingga membuat persoalan ini ke meja hijau. Sampai saat ini, Koppsa-M dengan tegas menolak tagihan piutang sebesar Rp140 miliar tersebut karena dinilai tidak masuk akal. Terlebih mengingat banyaknya kondisi kebun kelapa sawit yang gagal dibangun, dan tidak sesuai dengan yang semestinya.(Iki)