- Cakrawala Riau
- Nusantara
- Gus Baha Ditanya Soal Sejarah Gelar ‘Gus’
Terkait Kontroversi Gus Miftah
Gus Baha Ditanya Soal Sejarah Gelar ‘Gus’

KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha. (Istimewa) (istimewa)
JAKARTA (RAN) – Gara-gara kontroversi yang dibuat Gus Miftah, tokoh agama Ahmad Bahauddin Nursalim atau lebih dikenal dengan panggilan Gus Baha ditanya oleh salah satu hadirin saat menjadi pembicara di Universitas Islam Indonesia terkait makna atau penggunaan yang sebenarnya dari gelar 'gus' yang saat ini ramai dibicarakan.
Menurut Gus Baha, gelar 'gus' banyak digunakan di Jawa terutama di daerah Jawa Timur. Gelar ini sebenarnya bukanlah gelar yang memperlihatkan tingkat keluasan ilmu agama seseorang seperti halnya gelar kiai atau ulama.
Gelar 'gus' disematkan ke anak kiai atau anak seorang ulama yang berjenis kelamin laki-laki sebagai bentuk penghormatan terhadap ayahnya. Dengan demikian, gelar gus disematkan ke anak seorang kiai atau ulama untuk tujuan menghormatinya atas jasa-jasa besar orang tuanya dalam memberikan manfaat bagi masyarakat.
Gelar 'gus' justru memikul tanggung jawab supaya anak kiai tersebut dapat melanjutkan sekaligus mempertahankan jasa-jasa yang telah diberikan orang tuanya ke masyarakat. Orang yang disebut 'gus' harus menjaga etika dan standar moral yang sudah dipraktikkan oleh orang tuanya dalam kehidupan sehari-hari dan diajarkan ke masyarakat.
Namun dalam praktiknya, gelar 'gus' mengalami perluasan makna. Gelar 'gus' tidak hanya digunakan untuk anak-anak kiai. Tokoh agama muda juga terkadang disebut gus meski orang tuanya bukanlah seorang kiai atau ulama.
Yang fatal adalah gelar gus kemudian dimanfaatkan untuk praktik perdukunan. Mereka memanfaatkan gelar 'gus' untuk meyakinkan orang-orang kalau praktik perdukunannya sesuai dengan syariat Islam. Padahal tujuan utama mereka adalah untuk mencari keuntungan materi, tak peduli meski dilakukan dengan cara menipu.
Gus Baha pun menyinggung soal gelar 'gus naturalisasi.' Bisa jadi untuk menggambarkan tentang penceramah yang orang tuanya bukan kiai atau ulama, namun menggunakan kata gus.
"Gus yang naturalisasi jangan diundang kalau tidak memenuhi kualifikasi tafsir (memiliki kedalaman dalam agama,red),"ujar Gus Baha.(rhd)